
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi kembali menyoroti praktik premanisme yang kerap membayangi proyek-proyek pembangunan di daerahnya. Termasuk proyek besar revitalisasi tambak yang digarap bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Ia pun menegaskan, proyek strategis seperti ini harus bersih dari segala bentuk pungli dan intervensi oknum tak bertanggung jawab.
“Tugas kita (pemerintah) provinsi adalah, satu, memberikan penjelasan pada publik, ini adalah proyek strategis. Proyek strategis tidak boleh diganggu. Karena biasanya dulu di Jawa Barat kalau dengar proyek, (pemahaman) dari mulai kepala desa sampai berbagai komponen adalah duit,” ujar Dedi saat berbincang dalam acara Talkshow with Media di kantor KKP, Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Dedi menyebut praktik seperti meminta bayaran atas aktivitas logistik proyek masih terjadi di lapangan. Dari mobil masuk lokasi hingga urusan kecil seperti menurunkan batu dan memasang jaring, semua dikenakan biaya oleh oknum tertentu.
“Mobil masuk harus bayar, turunin batu harus bayar, pasang jaring harus bayar. Nah premanisme ini di Jawa Barat ini (harus) habis, selesai, hilang, nggak ada,” tegasnya.
Pria yang akrab disapa Kang Dedi atau KDM itu berharap, dengan proyek revitalisasi tambak yang melibatkan investasi besar, nelayan lokal bisa benar-benar merasakan manfaatnya, bukan hanya jadi penonton.
Ia menyampaikan, proyek tersebut dapat membuka lapangan kerja yang luas di sektor perikanan, mulai dari pembudidayaan, pengelolaan tambak, hingga pengolahan hasil produksi.
“Ini siklus ekonomi yang berkelanjutan dan kita dapat (suntikan modal) Rp26 triliun, nggak mungkin didapat (dari pungutan pajak) Jawa Barat. Orang APBD-nya juga cuma Rp31 triliun. Ngurus 54 juta penduduk. Ini Rp26 triliun itu sudah tiga perempat APBD Provinsi Jawa Barat,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, revitalisasi tambak yang direncanakan di wilayah Pantai Utara Jawa (Pantura) Jawa Barat tersebut akan meliputi 20.413 hektare lahan tambak di empat kabupaten, diantaranya Bekasi, Subang, Indramayu, dan Karawang.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan, total kebutuhan dana untuk proyek tersebut mencapai Rp26 triliun. Sebagian besar dana akan berasal dari Badan Pengelola Investasi Danantara, sementara sisanya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Perkiraan investasi menurut kita kira-kira sekitar Rp26 triliun,” ujar Trenggono usai acara penandatanganan di KKP.
“(Sumber anggaran) Investasi dari Danantara. (Sementara) APBN-nya sedikit,” sambungnya.
Adapun dana dari APBN, lanjut Trenggono, akan digunakan untuk keperluan awal proyek seperti pemetaan lahan dan penataan batas wilayah tambak. Anggaran akan diberikan bertahap berdasarkan klaster revitalisasi, dengan luasan total mencapai 20 ribu hektare.
“Per klaster. Luasannya (seluruhnya) 20 ribu hektare,” pungkasnya.